Kitab Yaa Ayyuhal Walad

Kitab Ayyuhal Walad adalah karya Imam Al-Ghazali, seorang tokoh termasyhur penyusun Kitab Ihya Ulumuddin. Berikut ini adalah Teks dan Terjemah Per Bagian Kitab Ayyuhal Walad.

مَقَدِّمَةٌ

1. Pendahuluan

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ أَجْمَعِيْنَ

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, dan akhir yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa. Shalawat serta salam semoga atas Nabinya yaitu Muhammad dan keluarganya semuanya

اِعْلَمْ أَنَّ وَاحِدًا مِنَ الطَّلَبَةِ الْمُتَقَدِّمِيْنَ، لَازَمَ خِدْمَةَ الشَّيْخِ الْإِمَامِ زَيْنِ الدِّيْنِ حُجَّةِ الْإِسْلَامِ أَبِيْ حَامِدٍ مُحَمَّدِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغَزَالِيِّ رَحِمَهُ اللهُ

Ketahuilah bahwa ada seorang pelajar dahulu itu, selalu melayani al-Syekh al-Imam Zainuddin Hujjatul Islam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali semoga Allah merahmati beliau

وَاشْتَغَلَ بِالتَّحْصِيْلِ وَقِرَاءَةِ الْعِلْمِ عَلَيْهِ، حَتَّى جَمَعَ دَقَائِقَ الْعُلُوْمِ، وَاسْتَكْمَلَ فَضَائِلَ النَّفْسِ

Ia sibuk menghasilkan dan membaca ilmu kepadanya (Imam Ghazali), hingga ia mengumpulkan ilmu-ilmu yang sulit, dan menyempurnakan keutamaan-keutamaan jiwa

ثُمَّ إِنَّهُ تَفَكَّرَ يَوْمًا فِيْ حَالِ نَفْسِهِ وَخَطَرَ عَلَى بَالِهِ، فَقَالَ: إِنِّيْ قَرَأْتُ أَنْوَاعًا مِنَ الْعُلُوْمِ، وَصَرَفْتُ رَيْعَانَ عُمْرِيْ عَلَى تَعَلُّمِهَا وَجَمْعِهَا، وَالْآنَ يَنْبَغِيْ أَنْ أَعْلَمَ أَيَّ نَوْعِهَا يَنْفَعُنِيْ غَدًا وَيُؤْنِسُنِيْ فِي الْآخِرَةِ؟ وَأَيُّهَا لَا يَنْفَعُ حَتَّى أَتْرُكَهُ؟

Lalu ia berpikir di suatu hari tentang keadaan dirinya dan bisikan hatinya ia berkata: aku telah membaca bermacam-macam ilmu, dan menggunakan keindahan umurku untuk mempelajari ilmu dan mengumpulkannya, dan sekarang saya harus mengetahui apa cabang ilmu yang bermanfaat besok dan menyenangkan aku di akhirat? dan apa yang tidak bermanfaat hingga aku tinggalkan?

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ” رواه مسلم وغيره

Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat”. HR Muslim dan lainnya

فَاسْتَمَرَّتْ لَهُ هَذِهِ الْفِكْرَةُ حَتَّى كَتَبَ إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ حُجَّةِ الْإِسْلَامِ مُحَمَّدٍ الْغَزَالِيِّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى اِسْتِفْتَاءً، وَسَأَلَ عَنْهُ مَسَائِلَ وَالْتَمَسَ مِنْهُ نَصِيْحَةً وَدُعَاءً

Lalu pikiran ini terus menerus hingga ia menulis kepada Syekh Hujjatul Islam Muhammad al-Ghazali semoga Allah merahmatinya untuk meminta fatwa, dan menanyakan kepada beliau beberapa masalah dan meminta kepada beliau nasihat dan doa

قَالَ: وَإِنْ كَانَتْ مُصَنَّفَاتُ الشَّيْخِ كَالْإِحْيَاءِ وَغَيْرِهِ يَشْتَمِلُ عَلَى جَوَابِ مَسَائِلِيْ، لَكِنَّ مَقْصُوْدِيْ أَنْ يَكْتُبَ الشَّيْخُ حَاجَتِيْ فِيْ وَرَقَاتٍ تَكُوْنُ مَعِيْ مُدَّةَ حَيَاتِيْ وَأَعْمَلُ بِمَا فِيْهَا مُدَّةَ عُمْرِيْ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى

Ia berkata: walaupun karya-karya Syekh seperti Ihya dan lainnya itu mencakup jawaban atas permasalahanku, tetapi tujuanku adalah agar Syekh menulis kebutuhanku pada beberapa lembar yang akan bersamaku saat hidupku dan aku akan melaksanakannya selama umurku insya Allah ta’ala

فَكَتَبَ الشَّيْخُ هَذِهِ الرِّسَالَةَ إِلَيْهِ فِيْ جَوَابِهِ

Lalu Syekh (Imam Al-Ghazali) menulis kitab ini untuk menjawabnya.

***

2. Anakku yang Tercinta, yang Mulia

اِعْلَمْ اَيُّهَا الْوَلَدُ الْمُحِبُّ الْعَزِيْزُ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اِعْلَمْ أَيُّهَا الْوَلَدُ اْلمُحِبُّ اْلعَزِيْزُ -أَطَالَ اللهُ تَعَالَى بَقَاءَكَ بِطَاعَتِهِ وَسَلَكَ بِكَ سَبِيْلَ أَحِبَّائِهِ- أَنَّ مَنْشُوْرَ النَّصِيْحَةِ يُكْتَبُ مِنْ مَعْدِنِ الرِّسَالَةِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

Ketahuilah, Wahai anakku yang tercinta yang mulia -semoga Allah selalu memanjangkan umurmu dalam taat kepada Allah dan semoga Allah menunjukkan kepadamu jalan kekasih-kekasih-Nya- bahwasanya nasihat yang tersebar telah tertulis dalam intisari risalah Nabi Saw

إِنْ كَانَ قَدْ بَلَغَكَ مِنْهُ نَصِيْحَةٌ فَأَيُّ حَاجَةٍ لَكَ فِي نَصِيْحَتِي؟ وَإِنْ لَمْ تَبْلُغْكَ فَقُلْ لِي: مَاذَا حَصَّلْتَ فِي هَذِهِ السِّنِيْنَ اْلمَاضِيَة؟

Apabila nasihat baik telah sampai kepadamu maka nasihatku mana lagi yang kamu butuhkan? Dan jika belum sampai kepadamu, katakanlah kepadaku apa yang telah kamu peroleh ditahun-tahun sebelumya?

***

3. Waktu Adalah Kehidupan

اَلْوَقْتَ هُوَ الْحَيَاةُ

أَيُّهَا الْوَلَدُ، مِنْ جُمْلَةِ مَا نَصَحَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّتَهُ

Wahai anakku, berikut ini adalah beberapa nasihat Rasulullah Saw kepada umatnya

قَوْلُهُ : (عَلَامَةُ إِعْرَاضِ اللَّهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ اِشْتِغَالُهُ بِمَا لَا يَعْنِيْهِ، وَإِنَّ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مِنْ عُمُرِهِ فِي غَيْرِ مَا خُلِقَ لَهُ، لَجَدِيْرٌ أَنْ تَطُوْلَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ، وَمَنْ جَاوَزَ الأَرْبَعِيْنَ وَلَمْ يَغْلِبْ خَيْرُهُ شَرَّهُ فَلْيَتَجَهَّزْ إِلَى النَّارِ)

Beliau bersabda: “Tanda berpalingnya Allah dari hambanya adalah ia disibukkan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, dan sesungguhnya orang yang telah kehilangan waktu dari umurnya untuk selain ibadah, tentu sangat layak baginya kerugian yang panjang. Barang siapa umurnya telah melebihi 40 tahun sementara amal kebaikannya tidak melebihi amal keburukannya maka bersiap-siaplah menuju neraka”.

وَفِي هَذِهِ النَّصِيْحَةِ كِفَايَةٌ لِأَهْلِ الْعِلْمِ

Di dalam nasehat ini telah cukup bagi ahli ilmu.

***

4. Kapan Nasihat itu Bermanfaat

مَتَى تَنْفَعُ النَّصِيْحَةُ

أَيُّهَا الْوَلَدُ، النَّصِيْحَةُ سَهْلٌ وَالْمُشْكِلُ قَبُوْلُهَا، لِأَنَّهَا فِي مَذَاقِ مُتَّبِعِي الْهَوَى مُرٌّ إِذِ الْمَنَاهِي مَحْبُوْبَةٌ فِي قُلُوْبِهِمْ، عَلَى الْخُصُوْصِ لِمَنْ كَانَ طَالِبَ الْعِلْمِ الرَّسْمِيِّ، مُشْتَغِلاً فِي فَضْلِ النَّفْسِ وَمَنَاقِبِ الدُّنْيَا

Wahai anakku, memberi nasihat itu mudah yang sulit adalah menerimanya, karena nasihat bagi orang yang menuruti nafsunya terasa pahit sebab larangan-larangan itu justru dicintai dalam hatinya, khususnya bagi seseorang yang mencari ilmu sebagai formalitas, sibuk pada prioritas nafsu dan prestasi keduniawian

فَإِنَّهُ يَحْسَبُ أَنَّ الْعِلْمَ الْمُجَرَّدَ لَهُ سَيَكُوْنُ نَجَاتُهُ وَخَلَاصُهُ فِيْهِ وَأَنَّهُ مُسْتَغْنٍ عَنِ الْعَمَلِ، وَهَذِهِ اِعْتِقَادُ الْفَلَاسِفَةِ

Karena ia meyakini bahwa keselamatan dan kebahagiaannya hanya dengan ilmu tanpa perlu mengamalkan, yang demikian itu merupakan keyakinan para filosof

سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ، لَا يَعْلَمُ هَذَا الْقَدْرَ أَنَّهُ حِيْنَ حَصَّلَ الْعِلْمَ إِذَا لَمْ يَعْمَلْ بِهِ تَكُوْنُ الْحُجَّةُ عَلَيْهِ آكد

Maha Suci Allah Yang Maha Agung, orang yang terbujuk ini tidak mengerti bahwa saat ia memperoleh ilmu tanpa diamalkan terdapat dalil yang kuat

كَمَا قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ عَالِمٌ لَا يَنْفَعُهُ اللهُ بِعِلْمِهِ)

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Manusia yang paling berat siksanya di hari kiamat adalah orang yang mempunyai ilmu yang ilmunya tidak diberi kemanfaatan oleh Allah”

وَرُوِيَ أَنَّ الْجُنَيْدَ قَدَّسَ اللهُ رُوْحَهُ الْعَزِيْزَ رُئِيَ فِي الْمَنَامِ بَعْدَ مَوْتِهِ، فَقِيْلَ لَهُ: مَا الْخَبَرُ يَا أَبَا الْقَاسِمِ؟ قَالَ: طَاحَتِ الْعِبَارَاتُ وَفَنِيَتِ الْإِشَارَاتُ وَمَا نَفَعَنَا إِلَّا رَكَعَاتٌ رَكَعْنَاهَا فِيْ جَوْفِ اللَّيْلِ

Diriwayatkan bahwa Syaikh al-Junaid Qs bermimpi setelah wafatnya, lalu ia ditanya: “Apa kabar wahai Abul Qosim?” Beliau menjawab: “Telah binasa ibarat-ibarat itu dan telah lenyap isyarat-isyarat itu, tidak ada yang bermanfaat bagiku kecuali rakaat-rakaat kecil di tengah malam”

***

5. Kapan Ilmu Bermanfaat

مَتَى يَنْفَعُ الْعِلْمُ

أَيُّهَا الْوَلَدُ، لَا تَكُنْ مِنَ الْأَعْمَالِ مُفْلِسًا، وَلَا مِنَ الْأَحْوَالِ خَالِيًا، وَتَيَقَّنْ أَنَّ الْعِلْمَ الْمُجَرَّدَ لَا يَأْخُذُ بِالْيَدِ

Wahai anakku, janganlah kamu menjadi muflis (orang yang bangkrut) dari amal perbuatan, dan jangan pula kosong dari ahwal, Yakinlah ilmu tanpa amal tidak akan bisa membantu

مِثَالُهُ لَوْ كَانَ عَلَى رَجُلٍ فِيْ بَرِّيَّةٍ عَشْرَةُ أَسْيَافٍ هِنْدِيَّةٍ مَعَ أَسْلِحَةٍ أُخْرَى، وَكَانَ الرَّجُلُ شُجَاعًا وَأَهْلَ حَرْبٍ، فَحَمَلَ عَلَيْهِ أَسَدٌ مُهِيْبٌ، فَمَا ظَنُّكَ؟ هَلْ تَدْفَعُ الْأَسْلِحَةُ شَرَّهُ عَنْهُ بِلَا اسْتِعْمَالِهَا وَضَرْبِهَا؟ وَمِنَ الْمَعْلُوْمِ أَنَّهَا لَا تَدْفَعُ إِلَّا بِالتَّحْرِيْكِ وَالضَّرْبِ

Contohnya ada seorang laki-laki di tengah hutan memiliki sepuluh pedang Hindia dan beberapa senjata lain, ia adalah seorang yang pemberani dan ahli perang, kemudian ia disergap harimau yang besar dan ganas, apa yang kamu pikirkan? Apakah senjata-senjata itu bisa menghalau kebuasan harimau tanpa digunakan dan dipukulkan? Tentu sudah jelas bahwa senjata tersebut tidak bisa menghalau kecuali digerakkan dan dipukulkan

فَكَذَا لَوْ قَرَأَ رَجُلٌ مِائَةَ أَلْفِ مَسْأَلَةٍ عِلْمِيَّةٍ وَتَعَلَّمَهَا وَلَمْ يَعْمَلْ بِهَا، لَا تُفِيْدُهُ إِلَّا بِالْعَمَلِ. وَمِثَالُهُ أَيْضًا، لَوْ كَانَ لِرَجُلٍ حَرَارَةٌ وَمَرَضٌ صَفْرَاوِيٌّ يَكُوْنُ عِلَاجُهُ بِالسَّكَنْجَبِيْنِ وَالْكَشْكَابِ فَلَا يَحْصُلُ الْبُرْءُ إِلَّا بِاسْتِعْمَالِهِمَا

Begitu pula apabila seseorang membaca dan mempelajari 100.000 masalah keilmuan tanpa diamalkan, maka semua itu tidak akan memberi manfaat kecuali jika diamalkan. Contoh lain, jika seseorang terkena demam dan penyakit empedu (penyakit kuning) yang obatnya adalah dengan tumbuhan Sakanjabin dan Kasykab maka ia tidak akan sembuh kecuali dengan mengkonsumsi keduanya

شِعْر:

كَرْمَىْ دُوْ هَزَار بار بيمايي # تَامَىْ نَخُورى نَبَاشَدْتُ شَيدايي

Dalam sebuah syair: Jika engkau menakar 2000 kati arak, hal itu tidak akan menjadikanmu mabuk ketika kau tidak meminumnya.

***

6. Kapan Membaca Ilmu Bermanfaat

مَتَى يَنْفَعُ قِرَاءةُ الْعِلْمِ

أَيُّهَا الْوَلَدُ، وَلَوْ قَرَأْتَ الْعِلْمَ مِائَةَ سَنَةٍ وَجَمَعْتَ أَلْفَ كِتَابٍ، لَا تَكُوْنُ مُسْتَعِدًّا لِرَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى إِلَّا بِالْعَمَلِ

Wahai anakku, apabila kamu telah membaca ilmu selama 100 tahun dan mengumpulkan 1000 kitab, belumlah menjadikanmu sebagai orang yang telah siap memperoleh kasih sayang Allah kecuali dengan mengamalkannya

لِقَوْلِهِ تَعَالَى: (وَأَنْ لَّيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى)

Firman Allah Swt: “Dan sesungguhnya tidak akan bermanfaat bagi manusia kecuali apa yang dilakukannya”

(فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا)

“Barang siapa yang hendak berharap untuk mendapat rahmat Allah maka hendaknya beramal sholeh”

(جَزَآءً بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ)

“Sebagai balasan atas apa yang mereka perbuat”

(إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا، خَالِدِيْنَ فِيْهَا لَا يَبْغُوْنَ عَنْهَا حِوَلًا)

“Sesungguhnyaorang yang beriman dan mengerjakan kebaikan itu untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal, mereka kekal didalamnya mereka tidak ingin pindah dari sana”

(إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا)

“kecuali orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan kebaikan”

وَمَا تَقُوْلُ فِيْ هَذَا الْحَدِيْثِ: (بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلًا)

Apa pendapatmu tentang hadits: “Islam dibangun atas lima perkara yaitu bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi yang mampu menjalankannya”

وَالْإِيْمَانُ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ، وَتَصْدِيْقٌ بِالْجَنَانِ، وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ. وَدَلِيْلُ الْأَعْمَالِ أَكْثَرُ، مِنْ أَنْ يُحْصَى وَإِنْ كَانَ الْعَبْدُ يَبْلُغُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى وَكَرَمِهِ، لَكِنْ بَعْدَ أَنْ يَسْتَعِدَّ بِطَاعَتِهِ وَعِبَادَتِهِ، لِأَنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ

Iman itu adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati, serta mengamalkan dengan anggota lahir. Tanda untuk beramal (mengaplikasikan ilmu) itu sangat banyak, walaupun seorang hamba dapat masuk surga karena anugerah dan karunia Allah Ta’ala, tetapi setelah mempersiapkan diri dengan ketaatan dan beribadah pada-Nya, karena sesungguhnya rahmat Allah itu dekat dengan orang-orang yang berbuat baik

وَلَوْ قِيْلَ أَيْضًا، يَبْلُغُ بِمُجَرَّدِ الْإِيْمَانِ، قُلْنَا: نَعَمْ، لَكِنْ مَتَى يَبْلُغُ؟ كَمْ مِنْ عَقَبَةٍ تَسْتَقْبِلُهُ إِلَى أَنْ يَصِلَ؟ وَأَوَّلُ تِلْكَ الْعَقَبَاتِ عَقَبَةُ الْإِيْمَانِ، أَنَّهُ هَلْ يَسْلَمُ مِنَ السَّلْبِ أَمْ لَا؟ وَإِذَا وَصَلَ، يَكُوْنُ جَنَّتِيًّا مُفْلِسًا. وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى لِعِبَادِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: اُدْخُلُوْا يَا عِبَادِيْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِيْ وَاقْتَسِمُوْهَا بِقَدْرِ أَعْمَالِكُمْ

Dikatakan lagi, seseorang bisa sampai (memperoleh rahmat-Nya dan masuk surga) itu hanya dengan iman, kami menjawab: Benar, tetapi kapan sampainya? Berapa banyak rintangan yang dihadapi hingga ia sampai? Padahal rintangan pertamanya adalah rintangan keimanan, lantas apakah ia bisa selamat dari tercerabutnya iman atau tidak? Apabila ia telah sampai, bukankah ia tetap tergolong orang yang rugi dan bangkrut? Syaikh Hasan al-Bashri semoga Allah merahmatinya berkata: Allah Ta’ala berfirman kepada semua hambanya di hari Kiamat: “Wahai hamba-hambaku masuklah ke surga sebab rahmat-Ku dan bagilah kenikmatan surga sesuai dengan amalmu”

***

%

error: Content is protected !!